SANTA JOANA FRANCISCA FREMIOT DE CHANTAL
by Lances in

Lahir di kota Diyon di negeri Perancis pada tahun 1572.

Hari itu juga si bayi dbawa ke Gereja untuk dipermandikan. Dan karena hari itu umat Katolik menghadapi hari pesta Santo Yoanes, maka bayi yang dipermandikan itu dinamai Joana.

Sayang, tak lama Yoana dalam asuhan ibunya yang baik itu. Dua tahun lampau meninggalah Margareta de Berbisy, ditangisi oleh para kaum miskin di kota Diyon.
Ayahnya, Benignus Fremiot, presiden parlemen pengadilan tinggi di Diyon, terkenal oleh jasanya terhadap Gereja, bangsa dan Raja, mendidik Joana. Dengan ayahnya yang bijak itu, Joana dapat mencapai keteguhan iman ketika dewasa.

Seorang pengasuh, dan kemudian beberapa guru terpilih olehnya, tetapi pendidikan rohani diusahakan sendiri oleh ayahnya sendiri, meski bagaimanapun sibuknya. Tiada heran juga karena pada masa itu iman negara Perancis sedang mengalami kesesatan yang menimbulkan perang saudara.
Joana seperti telah terbuka pengertiannya, bersusah hati mendengar kesesatan itu. Dan ayahnya tak pernah khawatir bahwa Joana akan mudah tersesat, karena perasaan gadis kecil itu halus, hingga rupanya sudah dapat menerka lebih dahulu siapa diantara tamu boleh disebut sebagai orang sesat.
Maklumlah, terutama golongan atasan tertarik oleh tipuan cerdik yang rasanya membebaskan mereka dari beberapa kewajiban berat. Para “Hugenot” demikian nama baru yang melambangkan pertentangan batin. Dan Benignus Fremiot, sebagai pejabat luhur, mau tak mau sekali-kali terpaksa berunding dengan mereka. Terpaksa pula mempersilahkan mereka berjamu ke rumahnya.

Joana si kecil molek, periang lagi jenaka, menarik perhatian para tamu itu. Kadang-kadang ada pula yang tak dapat menahan hatinya, ingin membelai-belai si kecil mungil. Tapi Joana tak suka menerima tanda kasih itu. Selalu ia lari masuk, menyembunyikan mukanya ke dalam pangkuan pengasuhnya sambil menangis tersedu-sedu. Beberapa kali terdengar pula gelak serta suaranya yang nyaring menjawab. Keheranan, pengasuhnya bertanya : “Engkau kenal tuan tadi itu, Joana?”

Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya sambil berseru : “Tidak, tapi tuan itu bukan Hugenot!”
“Bagaimana kau tahu hal itu, nak?”
Mata Joana membesar : “Bukankah saya peri Roh Suci?” sahutnya.
Pada suatu peristiwa ketika Joana belum genap berumur 5 tahun, seorang pejabat luhur yang Hugenot datang mengunjungi ayahnya.

Sesudah selesai mengupas soal pengadilan yang dianggap penting, pergilah mereka ke beranda seraya mempercakapkan hal ini dan itu. Tamu agung itu membangga-banggakan pendiriannya, berani bertentangan dengan Sri Paus di Roma. Diejeknya dengan penuh sindiran tentang Sakramen Mahakudus. Joana yang sedang bermain disana terkejut. Benignus Fremiot mengerenyutkan dahinya, dan mengatupkan bibir agar terpelihara rasa kesopanannya. Namun tiba-tiba Joana meloncat! Dan sambil mengancung-ancungkan jari kecilnya katanya : “Tuan, sabda Yesus, Dia hadir. Mengapa tuan tidak percaya? Itu sama dengan menuduh Yesus pendusta!”

Tamu agung itu tertawa terbahak-bahak. Sebenarnya ia merasa bersalah juga dan telah menyesali ketidak-sopanannya. Terang baginya Benignus Fremiot terhina olehnya dalam rumahnya sendiri. Sebab itu untuk menghalaukan suasana yang pedih itu diraba-raba sakunya. Sebatang cokelat tebal, kertasnya berwarna mengkilat dikeluarkannya dan diberikannya kepada Joana. “Nah ini nak! Engkau sungguh pandai!” Joana memegang cokelat itu dengan pinggiran roknya. Lalu ia berlari ke arah perapian yang sedang bernyala-nyala karena musim dingin telah tiba. Dilemparnya cokelat itu ke dalam api : “Lihat tuan, begitulah orang pelawan Tuhan akan dibakar di neraka, sebab tak mau percaya atas Sabda Tuhan.”

Tanu agung memohon diri dan pergi dengan perasaan malu karena olok-oloknya berakibat pada dirinya sendiri. Sedangkan di sudut bilik berlututlah Joana di hadapan Salib dengan hati yang iba bercampur amarah.
Lambat-laun tibalah waktunya bagi Joana untuk bersekolah. Namun perjuangan batinnya di Perancis makin genting. Maka Benignus Fremiot yang amat memperhatikan pekerti anaknya, memutuskan bahwa Joana akan belajar dirumahnya. Ayahnya mendatangkan ibu guru yang seiman, dan yang sanggup mengajar Joana mengenai beberapa ilmu yang layak dipahami oleh seorang gadis dengan pekerti yang mulia. Hanya Katekismus tetap menjadi mata pelajaran yang diberikan oleh ayahnya sendiri.
Kini terbukti dengan jelas bahwa Joana memang anak yang terang budi lagi kaya batin. Bukan hanya ilmu kepandaiannya saja, kerajinan serta kesenian dalam wujud seni suara, musik dan melukis pun sangat digemarinya. Oo, betapa bangga Joana ketika berhasil menyulam bantal perhiasan tangga altar.!
Tapi, tak terbilang banyaknya hasil kerajinan tangannya yang membuat pakaian untuk si miskin. Sungguh lemah-lembut sikap Joana terhadap mereka yang bersusah. Benih kebajikan warisan mendiang ibunya Margareta de Berbisy yang menjadi harta pusakanya pada kemudian hari. “Kukira aku tak akan sanggup lagi mencintai Tuhan, jika kuabaikan nasib para miskin!” katanya.

Makin besar makin terasa oleh Joana kesunyian seorang anak yang telah ditinggal ibunya. Di dalam kesunyian itu ia meraba-raba, mencari tempat berjejak. Maka datang dari dalam rohnya yang beriman teguh, membanjir keluar menghanyutkan gadis itu kedalam arus keinginan akan cinta mesra sang ibu.
Suatu ketika Joana berlutut di hadapan patung Bunda Maria. Seraya merentangkan kedua belah tangannya, berseru : “Oh Bunda, jangan lupa bahwa hanya Engkau yang kusebut Ibu!” sejak saat itu Joana selalu meminta berkat Bunda Sorgawi sebelum menentukan sesuatu. Dan begitu katanya : “Belum pernah Bunda Maria mengecewakan keyakinanku.”

Pada tahun 1587 menikahlah kakak perempuannya yang tertua. Tak lama lagi akan pindahlah kakaknya ke tempat suaminya, di sebelah Utara Perancis. Joana diajaknya ikut serta, dan ayahnya dibujuknya agar sudi melepaskan anaknya yang bungsu itu.

Benignus Fremiot menimbang baik buruknya. Joana meninggalkan Diyon. Joana cakap, nyata kelebihannya dari gadis-gadis lain. Dalam hati ayah acap kali memuji keberaniannya. Perasaan hormat tumbuh pada ayah terhadap ketetapan pendirian anaknya yang bungsu itu. Akhirnya Joana diperbolehkan ikut. “Sambil akan menguji kesetiaanmu terhadap yang benar!” kata ayahnya.

Maka Joana meninggalkan ayahnya dan pergi bersama kakaknya ke daerah Utara itu. Sungguh ujian baginya suasana daerah itu. Kemerosotan iman penghuninya lebih tampak jelas. Gereja sunyi bagai rumah tak berpenghuni. Pengkhianatan terhadap segala yang suci terus dilakukan. Tidak heran Joana kecut, segan berpergian, dan diam-diam mencari akal untuk memperbaikinya.

Sementara itu Benignus, terpaksa oleh jabatannya, beberapa kali harus ikut menyelidiki suatu perkara ke kota lain. Hingga 5 tahun lamanya Joana tinggal bersama kakaknya. Ketika keadaan mulai membaik dan ayah dapat tinggal di kota Diyon, Joana pulang ke rumah.

Tak mengherankan, jika seorang gadis yang seperti Joana mendengar panggilan Tuhan. Ya, memang itu juga cita-cita Joana. Memberi silih untuk mereka yang mengkhianati Sang Kristus. Namun Benignus Fremiot belum pernah memikirkan kemungkinan tersebut. Sebaliknya , ayah telah meninjau ke segenap penjuru kalau-kalau ada ksatria sejati yang setia terhadap Gereja, bangsa dan raja, yang dapat dipilihnya sebagai suami Joana.

Mujur jua, baru-baru ini ayah berkenalan dengan Christophorus de Rabutin (Baron de Chantal). Seluruh perhatian ayah tertarik oleh bangsawan muda itu. Untuk berunding dengan orang tua Baron de Chantal tidaklah sukar bagi ayah Joana.

Ketika Joana yang remaja itu tiba disisinya, ayahnya memaparkan ikhtiarnya yang telah berhasil. Mula-mula Joana terkejut. Ah apa yang akan dijawabnya? Tak sampai hatinya menolak permintaan ayah, dan merusakkan harapannya. Joana yang mencintai hukum Tuhan dengan sepenuh jiwa raganya, sangat menghormati ibu bapanya. Maka dimintanya beberapa minggu akan menyesuaikan dirinya dengan tugas baru ini. Lalu diterima oleh Joana tujuan hidup yang dianjurkan oleh ayahnya. Tahun itu juga 1592, pernikahan dilangsungkan dengan kebesaran, Joana menukar nama Fremiot dengan de Chantal dan turut pindah ke puri “Monthelon” rumah kediaman keluarga bangsawan de Chantal yang akan seharum bunyinya oleh jasa Joana. Di sini berakhirlah babak pertama kehidupan Joana sebagai seorang gadis.
Setibanya Barones de Chantal yang muda, puri Monthelon mengalami suasana yang serba baru. Kerapian yang tak mati atau suram karena kesukaan Joana akan bunga dan warna indah ditambah kegemarannya akan musik dan nyanyian merdu.

Namun tidak hanya tata tertib yang terbentuk baik-baik, suasana pergaulan di antara penghuni puri pun telah terbawa menurut corak cita-citanya yang luhur.
“Saya akan belajar mencintai kamu,” kata Joana kepada Christophorus sesudah menerangkan ketaatan niatnya terhadap keputusan ayahnya. Dan ucapan itu tiada hanya tinggal di mulut, pikiran atau perasaan saja. Dengan bersungguh-sungguh Joana berdiri disamping suaminya, mengerjakan apa yang telah mereka pikul bersama-sama, membawa sinar harapan baru dalam gelap gulita yang tebal. Joana berupaya merapatkan dirinya berjasa bagi daerah kediamannya. Ia mengajar anak-anak desa di sekitarnya. Kerap kali ia bertamu ke rumah orang-orang desa. Beberapa gadis remaja diajarinya menjahit, merenda dan sedikit pengetahuan umum. Dalam angan-angannya yang tinggi melambung telah membawanya ke seluruh daerah Monthelon kembali ke sang Juru Selamat.

Maka Tuhan menganugrahi mereka dengan enam orang anak. Dua meninggal pada umur bayi, sebagai ujian Tuhan akan ketaatannya. Tetapi empat lainnya sehat. Betapa teliti ibu Joana mendidik keempat permata mahkotanya itu.

Meskipun Baron de Chantal bukan termasuk golongan orang yang menghabiskan waktunya di lapangan olah-raga, tetapi berburu adalah kegemarannya. Pada suatu hari, pagi-pagi benar berangkatlah ia berkuda, disertai beberapa ekaor anjing berburu. Lengkap dengan senjatanya, dengan membawa makanan dan minuman. Senja hari, ketika matahari mulai membenamkan diri ia belum juga pulang. Joana merasa gelisah dan diutusnya dua orang pesuruh untuk menjemput suaminya. Tetapi pada waktu itu pula menghamburlah dua ekor anjing berburu itu masuk. Sambil melolong sedih ditariknya gaun Joana. Bersama-sama Baron de Chantal tua, dan pesuruh-pesuruh tadi, Joana berkuda mengikuti kedua anjing tersebut. Di tengah-tengah hutan hutan dekat pohon yang rindang mereka menemukan Christhoper terbujur kaku dijaga oleh kuda dan anjing yang lainnya. Bagaiman terjadinya malapetaka ini? Berbagai pikiran dan perasaan mangacau jiwa mereka. Tetapi, hal ini akan tetap menjadi rahasia karena orang yang dicintainya yang telah melalui gerbang akhirat tiada sanggup menjelaskan lagi ...

Joana berkabung, tidak seperti orang yang putus asa, namun sebagai seorang janda mulia yang yakin akan bertemu lagi di dunia abadi kelak. Kini Joana menyembunyikan diri di puri Monthelon hanya untuk mendidik keempat anaknya dan sebagai seorang juru rawat yang lemah lembut, karena sejak kematian anaknya, Baron de Chantal tua, yang telah berusia lanjut, sakit-sakitan. Matanya yang lesu agak bersinar dan senyum simpul sayup-sayup membayang pada raut mukanya jika Joana datang melayani. Itu semua terjadi pada tahun 1601 ketika Joana baru berumur 28 tahun.

Tiga tahun kemudian Joana berkenalan dengan seorang pastor yang saleh, Fransiskus dari Sales namanya. Kepada pastor itu Joana berani mengatakan keinginan hatinya, yang semenjak menjadi janda berkoar-koar lagi dalam kalbunya. Jelas baginya panggilan Tuhan yang mengajaknya hidup membiara. Tetapi Fransiskus dari Sales pura-pura tidak mengerti. Maksudnya hendak mencoba kesetiaan hati yang teguh itu. Baru setelah Baron de Chantal tua meninggal dan anak-anak Joana tidak lagi membutuhkan ibunya, Fransiskus sudi membantunya melaksanakan cita-cita Joana itu.

Pada waktu itu Fransiskus dari Sales telah diangkat menjadi Uskup kota Geneve.
Sebab itu dapatlah beliau mengizinkan Joana mendirikan biaranya yang pertama di kota Annecy pada tahun 1610. Tujuan yang utama adalah memberi pertolongan kepada mereka yang sedang bersusah karena sakit atau lanjut usia, pun memelihara anak-anak terlantar.

Tentu saja Joana menjadi buah tutur banyak orang, terlebih dari golongan luhur. Agaknya Barones de Chantal tiada beres pikirannya. Mereka yang menganggap “bahagia” sama dengan “hidup senang-senang” memang tiada dapat merasakan perasaan dan perjuangan dalam hati Joana. Maka dengan tidak mengindahkan pujian atau celaan, Joana berupaya sekuat-kuatnya di bawah pimpinan Uskup Fransiskus, dan menurutkan nasehat-nasehat dari Santo Vinsensius A Paulo yang bersahabat dengan Santo Fransiskus de Sales.

Tiga puluh tahun lamanya Joana bekerja sebagai ibu pemimpin bala Cinta Kristus, yang kini masih berjasa suster-susternya.

13 Desember 1641, Joana yang pada waktu itu tinggal di kota Moulins, berpulang. Biara Annecy sudah menyebarkan cabang-cabangnya ke 87 biara di kota-kota lain.

Berpulang, tetapi cita-citanya tetap tinggal hidup di antara suster-suster penganutnya. Hingga kini masih melingkar kenang-kenangan dari ibu Joana Francisca Fremiot de Chantal dengan anyaman pengertian dan penghargaan batin yang halus, patuh dan tekun adalah senjata utama dalam melasanakan cita-cita mulia.

0 comments:

Post a Comment